Pages

Sabtu, 09 Februari 2013

Permintaan Tanpa Syarat

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah
saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen

sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang

memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama “Smiling”..

Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya

kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi

mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan

kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu

tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak

bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke

restoran McDonald’s yang berada di sekitar kampus… Pagi itu udaranya

sangat dingin dan kering…! Sewaktu suami saya akan masuk dalam

antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu

sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.


Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak

setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang

semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat

mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui

suatu “bau badan kotor” yang cukup menyengat, dan… tepat di belakang

saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil…! Saya

bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali…..

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang

lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang

“tersenyum” kearah saya….

Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam… tapi juga memancarkan

kasih sayang…!

Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima

‘kehadirannya’ ditempat itu… Ia menyapa “Good day..!” sambil tetap

tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk

membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas

senyumnya, dan seketika teringat oleh saya ‘tugas’ yang diberikan oleh

dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh

berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua

itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah

“penolong”nya. Saya merasa sangat prihatin.. setelah mengetahui bahwa

ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka…,dan

kami bertiga tiba-2 saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya

pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan… Lelaki

bermata biru segera memesan “Kopi saja, satu cangkir… Nona !”

Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh

mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di

dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli

sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-2 saja saya diserang oleh rasa iba… membuat saya sempat terpaku

beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat

duduk yang jauh terpisah dari tamu-2 lainnya, yang hampir

semuanya…sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru

menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju

ke diri saya…, dan pasti juga melihat semua ‘tindakan’ saya…

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk

ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum…

dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam

nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada

di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat

duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya

berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki

itu untuk beristirahat. .. saya letakkan nampan berisi makanan itu di

atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan

dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap.. “makanan ini telah

saya pesan untuk kalian berdua….”

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai

basah ber-kaca2… dan dia hanya mampu berkata “Terima kasih banyak,

nyonya….”

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya

berkata… “Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,

Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu

ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian….”

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk

lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh

kedua lelaki itu….

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan

mereka… dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari

tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan

tangis saya sambil tersenyum dan berkata… “Sekarang saya tahu, kenapa

Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku…, yang pasti, untuk

memberikan ‘keteduhan’ bagi diriku dan anak-2ku…! ” Kami saling

berpegangan tangan beberapa saat…… dan saat itu kami benar-2

bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena ‘bisikanNYA’ lah kami telah

mampu memanfaatkan ‘kesempatan’ .. untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang

lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan

meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya… mereka

satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin ‘berjabat

tangan’ dengan kami… Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi

tangan saya, dan berucap.. “tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang

mahal bagi kami semua yang berada disini…, jika suatu saat saya diberi

kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan

tadi kepada kami…” Saya hanya bisa berucap “terimakasih” sambil

tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk

melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada ‘magnit’ yang

menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil

tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami…! Dalam perjalanan

pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap

kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 ‘tindakan’ yang tidak pernah

terpikir oleh saya dan sekaligus merupakan ‘hidayah’ bagi saya…,

maupun bagi orang-2 yang ada disekitar saya saat itu. Pengalaman hari

itu menunjukkan kepada saya betapa ‘kasih sayang’ Tuhan itu sangat

HANGAT dan INDAH sekali…!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan ‘cerita’ ini

ditangan saya. Saya menyerahkan ‘paper’ saya kepada dosen saya. Dan

keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke

depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, “Bolehkah saya

membagikan ceritamu ini kepada yang lain?” dengan senang hati saya

mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari

kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca…. para siswapun

mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah

menjadi sunyi… Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam

membawakan ceritanya… membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah

itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung,

sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya

diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya

dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya

… “Tersenyumlah dengan ‘HATImu’, dan kau akan mengetahui betapa

‘dahsyat’ dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu…”

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah ‘menggunakan’ diri saya untuk

menyentuh orang-orang yang ada di McDonald’s, suamiku, anakku, guruku,

dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai

mahasiswi. Saya lulus… dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah

saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu : “PENERIMAAN TANPA

SYARAT”.

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh

para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai

cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara….

MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA ANG KITA MILIKI…, bukannya… MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN ILIK KITA,…DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA…!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan

cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada ‘malaikat’ yang akan

menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan

tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi

sesama… yang sedang membutuhkan uluran tangannya… !

Orang bijak mengatakan :

- Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu. .., tetapi hanya

‘sahabat yang bijak’ yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

- Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu… Tetapi untuk

berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu…!

- Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak; Orang yang

kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak…! Tapi orang yang

kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya..!

-Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka,

tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka,…

hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

-Orang-orang muda yang ‘cantik’ adalah hasil kerja alam, tetapi

orang-orang tua yang ‘cantik’ adalah hasil karya seni…. Belajarlah

dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk

bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri.
Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar

 

Hapkido Balikpapan

http://hapkidobalikpapan.com

Lets Join Our Class

Taekwondo Balikpapan

http://taekwondobalikpapan.com