kubasuh wajahmu dalam kobokan di meja
makan...
tapi...
masih ada tertinggal sambal terasi di ujung jari...
ku masuki samar hingar kamar...
ku sobek wajahmu di dinding beku...
namun...
masih tergurat raut mu...
kujelajahi lautan...
hutan...
pabrik-pabrik...
jalanan becek...menelikung di persimpangan dan berayun di jam tugu kota...
hingga ku masuki rongga tubuh sendiri...
ke bilik-bilk hati...
mengalir ke sel-sel nadi...
menyapa tik tok jantung...
hingga ku pecahkan empedu ini...
tapi mengapa...
rupa mu selalu ada...
wahai wajah sisa-sisa..
(Edy Soebekti, 27 September 2010 )
tapi...
masih ada tertinggal sambal terasi di ujung jari...
ku masuki samar hingar kamar...
ku sobek wajahmu di dinding beku...
namun...
masih tergurat raut mu...
kujelajahi lautan...
hutan...
pabrik-pabrik...
jalanan becek...menelikung di persimpangan dan berayun di jam tugu kota...
hingga ku masuki rongga tubuh sendiri...
ke bilik-bilk hati...
mengalir ke sel-sel nadi...
menyapa tik tok jantung...
hingga ku pecahkan empedu ini...
tapi mengapa...
rupa mu selalu ada...
wahai wajah sisa-sisa..
(Edy Soebekti, 27 September 2010 )
Artikel Terkait
0 komentar:
Posting Komentar